Dorong Pengelola Wisata Dipantai Banten Urus Izin Usaha Di 2025 secara resmi mengimbau para pengelola destinasi wisata pantai di wilayahnya untuk segera mengurus dan melengkapi izin usaha yang dibutuhkan dalam rangka mendukung kelancaran operasional dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Langkah ini diambil sebagai bentuk upaya peningkatan tata kelola sektor pariwisata, khususnya objek wisata pantai yang menjadi andalan Banten sebagai tujuan wisata domestik.
Dalam keterangan pers yang disampaikan Gubernur Andra Soni di Kantor Gubernur Banten, Kota Serang, pada Kamis (10/4/2025), ditegaskan bahwa salah satu fokus utama pemerintah provinsi saat ini adalah memperkuat koordinasi antarinstansi dan mendorong kesadaran hukum di kalangan pemilik serta pengelola tempat wisata agar seluruh kegiatan usaha dilakukan dalam kerangka legalitas yang jelas.
“Persoalan perizinan usaha di sektor wisata, khususnya wisata pantai, merupakan hal krusial yang tidak boleh diabaikan. Maka dari itu, koordinasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, serta para pemilik atau pengelola destinasi wisata sangat penting agar tercipta keteraturan dalam pengelolaan kawasan wisata,” ujar Andra.
Dorong Pengelola Wisata Dipantai Pada 2025
Sebagai tindak lanjut dari komitmen tersebut, Gubernur Andra Soni telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Destinasi Wisata Pantai. Dalam surat edaran ini, terdapat sejumlah ketentuan yang menekankan pentingnya legalitas usaha sebagai bentuk perlindungan tidak hanya bagi wisatawan, tetapi juga bagi pelaku usaha pariwisata itu sendiri.
Pada bagian pertama dari surat edaran tersebut dijelaskan bahwa setiap pengelola objek wisata pantai diimbau untuk segera memiliki atau memproses perizinan berusaha. Hal ini bertujuan untuk memastikan terpenuhinya unsur keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung serta untuk memberikan perlindungan hukum bagi pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas ekonominya.
Lebih lanjut, Gubernur Andra juga menyebutkan lima regulasi penting yang harus diperhatikan oleh setiap pengelola destinasi wisata. Kelima regulasi tersebut meliputi:
-
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang mengatur pentingnya mitigasi risiko bencana di kawasan wisata.
-
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang menjadi dasar hukum utama dalam penyelenggaraan kegiatan usaha di sektor pariwisata.
-
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang menekankan pendekatan perizinan sesuai tingkat risiko kegiatan usaha.
-
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 10 Tahun 2019 tentang Manajemen Krisis Kepariwisataan, yang mengatur penanganan dan pencegahan krisis di destinasi wisata.
-
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata, yang menetapkan standar minimum dalam penyelenggaraan usaha pariwisata.
Langkah tegas ini juga tidak terlepas dari berbagai keluhan masyarakat yang belakangan viral di media sosial terkait mahalnya biaya masuk ke sejumlah pantai populer di wilayah Banten, khususnya di kawasan Anyer. Unggahan yang menyertakan foto tiket masuk dan rincian biaya layanan seperti sewa lesehan maupun biaya parkir kendaraan menuai beragam reaksi dari publik.
Urus Izin Usaha Di 2025
Beberapa contoh yang mencuat ke publik antara lain harga sewa lesehan kecil di Pantai Sambolo I, Anyer, yang mencapai Rp120.000, serta tiket masuk kendaraan roda empat ke Pantai Pasir Putih Anyer sebesar Rp100.000. Bahkan, untuk kendaraan jenis elf, biaya masuk ke Pantai Sambolo I tercatat mencapai Rp300.000. Biaya-biaya tersebut dianggap tidak wajar dan dinilai berpotensi menurunkan daya tarik wisata kawasan tersebut.
Gubernur Andra menyatakan bahwa isu ini akan segera ditindaklanjuti bersama dengan pemangku kepentingan terkait. Menurutnya, permasalahan tarif dan pengelolaan destinasi wisata pantai berada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten/kota, namun Pemerintah Provinsi Banten tetap memiliki tanggung jawab dalam melakukan pembinaan dan fasilitasi agar terjadi penyesuaian kebijakan yang adil dan transparan.
“Kita akan lakukan evaluasi menyeluruh. Setiap tahun permasalahan serupa terus berulang, dan ini menjadi indikasi kuat bahwa dibutuhkan sinergi lintas sektor untuk menyusun kebijakan yang konsisten, inklusif, serta berpihak pada masyarakat dan wisatawan,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa aspek kepemilikan lahan menjadi salah satu tantangan dalam pengelolaan destinasi wisata pantai di Banten. Banyak pantai yang berhadapan langsung dengan lahan milik pribadi, sehingga pengaturan tarif dan akses publik kerap kali tidak terstandarisasi dan cenderung dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak memiliki legalitas usaha.
Dengan demikian, koordinasi yang efektif antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, pemilik lahan, dan pelaku usaha pariwisata menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap destinasi wisata dapat dikelola secara profesional, transparan, dan sesuai dengan aturan hukum.