Dua Turis Jepang Dideportasi karena Pamer Bokong Saat Berwisata
Kasus yang memalukan kembali mencoreng citra pariwisata Indonesia. Kali ini, dua turis asal Jepang terpaksa dideportasi oleh pihak Imigrasi setelah tertangkap melakukan aksi tak senonoh di tempat wisata. Keduanya kedapatan memamerkan bokong di lokasi publik, dan aksinya terekam kamera serta menyebar luas di media sosial, menimbulkan kecaman publik, khususnya dari warga lokal dan komunitas adat.
Kejadian tersebut menambah daftar panjang pelanggaran norma budaya yang dilakukan oleh wisatawan asing di Indonesia, khususnya di Bali dan wilayah dengan nilai adat tinggi. Pemerintah melalui Ditjen Imigrasi pun bertindak tegas dengan mendeportasi kedua pelaku dan memasukkan nama mereka ke daftar hitam (blacklist).

Kronologi Kejadian: Aksi Tak Pantas di Lokasi Wisata Populer
Aksi tak senonoh tersebut dilakukan oleh dua pria berkewarganegaraan Jepang, berinisial R.T. (32) dan K.M. (29), di sebuah kawasan wisata alam yang menjadi destinasi spiritual dan budaya penting. Menurut keterangan warga, kedua pelaku diduga dalam keadaan sadar dan sengaja melepas pakaian bagian bawah lalu berpose sambil membelakangi kamera.
Foto-foto aksi tersebut kemudian diunggah ke akun media sosial mereka, lengkap dengan tagar yang menjadikan insiden tersebut sebagai bahan candaan. Tidak lama setelahnya, unggahan tersebut menuai kemarahan netizen lokal, dan komunitas adat setempat melaporkan peristiwa tersebut kepada otoritas berwenang.
Tindakan Tegas Imigrasi: Deportasi dan Blacklist
Direktorat Jenderal Imigrasi melalui Kantor Imigrasi setempat bertindak cepat dengan melakukan pemeriksaan terhadap kedua pelaku. Mereka diamankan dari penginapan dan dimintai keterangan secara resmi.
Setelah proses pemeriksaan, disimpulkan bahwa tindakan mereka telah melanggar norma kesusilaan, hukum adat lokal, serta etika wisatawan asing di Indonesia. Pihak imigrasi langsung memproses keduanya untuk deportasi dengan penerbangan komersial ke Tokyo.
“Kami tidak akan menoleransi perilaku yang melecehkan budaya dan nilai lokal. Ini bentuk pelecehan terhadap masyarakat Indonesia,” ujar Kepala Kantor Imigrasi dalam pernyataan persnya.
Selain dideportasi, kedua WNA Jepang tersebut juga dimasukkan dalam daftar cekal sehingga tidak bisa kembali ke Indonesia dalam jangka waktu minimal lima tahun.
Reaksi Publik dan Komunitas Adat: Marah dan Kecewa
Aksi kedua turis Jepang itu menuai respons keras dari komunitas adat dan masyarakat lokal. Dalam budaya Indonesia, terlebih di daerah yang kental akan spiritualitas seperti Bali, menunjukkan bagian tubuh secara vulgar dianggap sebagai tindakan yang sangat tidak sopan dan bisa mencemarkan kesucian tempat tersebut.
Ketua desa adat tempat kejadian menyampaikan rasa kecewa yang mendalam, terutama karena lokasi wisata tersebut adalah tempat yang dianggap suci oleh masyarakat.
“Mereka tidak hanya melanggar hukum, tapi juga merendahkan nilai-nilai luhur budaya kami. Kami berharap semua wisatawan belajar dari kasus ini,” ujarnya.
Beberapa tokoh budaya bahkan menyerukan agar pendidikan wisata budaya diperketat, termasuk membuat penandaan khusus di lokasi sakral agar wisatawan tahu batasan perilaku.
Pelanggaran Norma dan Etika Wisatawan
Kasus ini memperlihatkan kurangnya kesadaran beberapa wisatawan asing terhadap norma lokal dan etika pariwisata. Meskipun Indonesia menyambut wisatawan dengan tangan terbuka, tetap ada batasan yang wajib dihormati oleh siapa pun.
Tindakan memamerkan bokong di tempat umum, terlebih di area wisata spiritual atau bersejarah, merupakan bentuk pelanggaran kesusilaan dan bisa masuk kategori pelanggaran hukum ringan yang berujung pada deportasi.
Dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pasal 75 menyebutkan bahwa setiap orang asing yang melakukan kegiatan membahayakan keamanan atau ketertiban umum dapat dikenakan tindakan administratif keimigrasian, termasuk deportasi.
Pariwisata dan Tantangan Budaya: Mengapa Edukasi Penting
Banyak ahli pariwisata menilai bahwa meningkatnya kasus pelanggaran budaya oleh turis asing menjadi indikator bahwa edukasi wisata budaya harus ditingkatkan. Masih banyak wisatawan yang datang ke Indonesia hanya untuk bersenang-senang, tanpa mengetahui bahwa mereka sedang menginjak tanah yang memiliki sistem nilai yang kuat.
Beberapa solusi yang disarankan antara lain:
-
Memberikan leaflet atau video edukasi budaya saat pengurusan visa atau imigrasi.
-
Menempatkan petunjuk perilaku di setiap destinasi wisata.
-
Mewajibkan pengelola destinasi menyediakan pemandu lokal yang bisa menjelaskan batasan budaya kepada wisatawan.
Kasus Serupa Sebelumnya: Bukan Kali Pertama
Kasus turis pamer tubuh bukan hal baru di Indonesia. Beberapa tahun sebelumnya, seorang turis perempuan asal Jerman juga dideportasi karena menari telanjang di area candi. Ada pula turis Rusia yang nekat mandi di kolam suci dan mengunggahnya di media sosial.
Setiap kasus tersebut selalu menimbulkan kemarahan publik dan menurunkan citra positif Indonesia sebagai negara yang ramah tapi berbudaya.
Otoritas kini mulai memberlakukan pengawasan ketat, termasuk patroli digital untuk memantau aktivitas turis asing di media sosial.
Baca juga:Israel Dilanda Kebakaran Terparah dalam Sejarah, Pejabat Zionis Saling Menyalahkan
Imbauan kepada Wisatawan Asing: Hormati Budaya Lokal
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menghimbau semua wisatawan, baik lokal maupun internasional, untuk selalu menghormati budaya, adat, dan norma hukum yang berlaku di setiap tempat yang dikunjungi.
Indonesia sangat terbuka bagi siapa pun yang ingin menjelajah keindahan alam dan kekayaan budayanya. Namun, keterbukaan itu harus disertai rasa hormat dan tanggung jawab sebagai tamu.
“Datanglah sebagai tamu yang sopan, bukan sebagai penonton yang semaunya,” tulis seorang netizen dalam unggahan viral.
Kesimpulan: Hormat sebagai Kunci Berwisata yang Beretika
Kasus dua turis Jepang yang dideportasi karena memamerkan bokong menjadi peringatan penting bagi semua wisatawan asing, bahwa kebebasan berekspresi tidak boleh melanggar norma dan budaya lokal. Indonesia, dengan segala keindahan dan kekayaan budayanya, patut dihormati dan dijaga bersama.
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga, baik bagi pelaku maupun wisatawan lain, bahwa berwisata bukan hanya soal menikmati tempat, tetapi juga menghargai orang, budaya, dan lingkungan tempat itu berada.