AS Ikut Serang Iran, Rupiah Bisa Tertekan, Emas dan Dollar AS Bakal Menguat
Ketegangan geopolitik kembali memanas setelah Amerika Serikat (AS) dikabarkan ikut terlibat dalam serangan terhadap Iran.
Aksi militer ini disebut sebagai bentuk dukungan terhadap sekutu regional, yang kemudian memicu kekhawatiran
pasar global dan potensi eskalasi konflik di Timur Tengah.
Situasi ini memberikan dampak langsung terhadap stabilitas ekonomi global
termasuk pada nilai tukar mata uang seperti rupiah, serta harga komoditas seperti emas dan dolar AS.
Efek Geopolitik ke Pasar Finansial
Keterlibatan langsung AS dalam serangan terhadap Iran tidak hanya menjadi isu politik dan militer
tetapi juga berdampak besar terhadap pergerakan pasar keuangan dunia.
Pasar merespons secara cepat terhadap berita tersebut, dengan investor global mulai mencari instrumen safe haven atau aset yang lebih aman.
Ketegangan geopolitik seperti ini sering kali mendorong investor untuk
mengalihkan dana dari aset berisiko ke aset yang lebih stabil, seperti emas dan dolar AS.
Rupiah Berpotensi Melemah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kemungkinan besar akan tertekan akibat meningkatnya ketegangan internasional. Sentimen negatif dari konflik bersenjata dapat membuat investor asing menarik dana dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Hal ini membuat permintaan terhadap mata uang asing meningkat, sementara rupiah justru ditinggalkan.
Jika situasi terus berlanjut, Bank Indonesia diprediksi akan melakukan intervensi pasar untuk menstabilkan nilai tukar.
Namun, tekanan terhadap rupiah bisa tetap berlangsung selama konflik belum mereda dan ketidakpastian global masih tinggi.
Harga Emas Diprediksi Naik
Emas secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap krisis. Ketika konflik bersenjata muncul, harga emas biasanya mengalami lonjakan karena permintaan meningkat.
Setelah kabar serangan AS terhadap Iran mencuat, harga emas global langsung menunjukkan tren kenaikan.
Analis memperkirakan, jika konflik berkembang menjadi perang terbuka, maka harga emas bisa menembus level psikologis USD 2.500 per troy ounce dalam waktu dekat.
Di dalam negeri, harga emas Antam dan UBS juga mengalami kenaikan, seiring naiknya harga global dan depresiasi rupiah.
Dolar AS Menguat sebagai Safe Haven
Selain emas, dolar AS juga menjadi pilihan utama investor saat gejolak global meningkat.
Permintaan terhadap dolar melonjak karena dianggap lebih stabil dibanding mata uang lainnya.
Kenaikan nilai dolar AS akan menambah beban negara-negara berkembang, terutama yang memiliki utang luar negeri dalam denominasi dolar.
Selain itu, penguatan dolar juga bisa membuat impor menjadi lebih mahal, yang secara langsung berpotensi meningkatkan inflasi di dalam negeri.
Reaksi Pasar Saham dan Minyak
Bursa saham Asia termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menunjukkan
pelemahan tipis di awal perdagangan setelah berita serangan AS-Iran tersebar.
Saham-saham di sektor energi mungkin masih mencatatkan kenaikan terbatas karena harga minyak
mentah dunia yang naik akibat potensi terganggunya pasokan minyak dari kawasan Teluk.
Namun, secara umum, ketidakpastian geopolitik membuat pelaku pasar menahan diri untuk melakukan aksi beli besar.
Pemerintah dan BI Pantau Perkembangan
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia menyatakan akan terus
memantau dinamika global, termasuk dampaknya terhadap stabilitas makroekonomi domestik.
Bank Indonesia juga siap melakukan intervensi di pasar valas jika terjadi gejolak yang terlalu signifikan pada nilai tukar rupiah.
Sementara itu, pelaku pasar dan masyarakat diimbau tetap tenang dan tidak panik menghadapi perubahan harga dalam jangka pendek.
Baca juga : Pelaku KDRT di Surabaya Ditahan, Pernah Dimaafkan Istri hingga Dihukum Ringan tetapi Kini Ulangi Perbuatan
Penutup
Keterlibatan AS dalam konflik militer dengan Iran membawa dampak langsung terhadap pergerakan ekonomi global.
Nilai tukar rupiah berpotensi tertekan, sementara emas dan dolar AS diprediksi akan menguat sebagai respon atas meningkatnya risiko geopolitik.
Kondisi ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara keamanan global dan stabilitas ekonomi.
Di tengah ketidakpastian ini, pelaku usaha dan investor disarankan untuk terus mencermati perkembangan dan menjaga strategi keuangan yang lebih konservatif.