Penjualan 5 Pulau RI di Situs “Online” Ilegal dan Langgar Hukum

Kasus penjualan lima pulau milik Indonesia secara ilegal melalui situs online menggemparkan publik.

Penelusuran awal menunjukkan bahwa pulau-pulau tersebut diiklankan di platform internasional yang biasa digunakan untuk jual beli properti.

Penawaran dilakukan secara terbuka, lengkap dengan foto, harga, dan deskripsi kepemilikan, seolah-olah pulau-pulau itu sah untuk diperjualbelikan.

Penjualan 5 Pulau RI di Situs "Online" Ilegal dan Langgar Hukum
Penjualan 5 Pulau RI di Situs “Online” Ilegal dan Langgar Hukum

Pemerintah Tanggapi dengan Tegas

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan langsung merespons cepat kasus ini.

Mereka menyatakan bahwa penjualan tersebut ilegal dan tidak memiliki dasar hukum.

Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada regulasi yang mengizinkan penjualan pulau secara bebas kepada siapa pun, terutama kepada warga negara asing.

Kepemilikan Pulau Tidak Bisa Dimiliki Penuh

Sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, setiap pulau dan wilayah yang ada di Indonesia merupakan milik negara. Masyarakat atau pihak swasta hanya dapat mengelola lahan dengan izin tertentu seperti hak guna usaha (HGU) atau hak pakai. Tidak diperbolehkan ada pihak, baik lokal maupun asing, yang memiliki pulau secara penuh.

Penjualan Pulau Dianggap Mengancam Kedaulatan

Kepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil dari KKP menyebut bahwa praktik penjualan ini berpotensi mengancam kedaulatan negara. Apalagi jika lokasi pulau berada di kawasan strategis seperti perbatasan atau wilayah konservasi. Tindakan tersebut bisa membuka celah bagi intervensi asing yang membahayakan kepentingan nasional.

Konten Iklan Digital Dimanfaatkan oleh Oknum

Pihak berwenang menduga bahwa penjualan dilakukan oleh oknum atau sindikat internasional yang memanfaatkan kelengahan dalam pengawasan digital. Situs yang digunakan berada di luar negeri dan tidak memiliki kantor perwakilan resmi di Indonesia. Pemerintah kini bekerja sama dengan Interpol dan Kominfo untuk menelusuri identitas pelaku.

Kominfo Blokir Situs Penjual Pulau

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir beberapa situs yang memuat iklan penjualan pulau. Mereka juga meminta platform global untuk segera menurunkan konten yang sama. Langkah ini diambil untuk mencegah penyebaran informasi palsu yang bisa merusak citra negara dan melanggar undang-undang ITE.

Publik Diminta Tidak Tergiur Iklan Palsu

Pemerintah mengimbau masyarakat agar tidak tergiur dengan iklan mencurigakan di dunia maya, khususnya yang mengatasnamakan investasi pulau. Beberapa iklan mencantumkan potensi pengembangan resor, pantai pribadi, hingga kebun kelapa, namun semua itu hanyalah tipu daya dari pelaku yang mencoba mengeksploitasi aset negara.

Langkah Hukum Akan Ditempuh

Kementerian ATR/BPN menyatakan akan menempuh jalur hukum terhadap pihak-pihak yang terbukti terlibat. Selain pemblokiran situs, mereka juga akan mempercepat proses sertifikasi aset negara, terutama pulau-pulau kecil yang rawan diklaim atau dijual oleh pihak tidak bertanggung jawab.

Upaya Digital untuk Jaga Kedaulatan

Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa perlindungan wilayah negara tak hanya dilakukan secara fisik, tapi juga secara digital. Pemerintah menilai perlunya sistem pengawasan terpadu berbasis teknologi untuk mencegah kasus serupa. Kolaborasi antar-lembaga dan masyarakat digital sangat diperlukan.

Baca juga: AS Ikut Serang Iran, Rupiah Bisa Tertekan, Emas dan Dollar AS Bakal Menguat

Kesimpulan: Pulau Tidak untuk Dijual

Penjualan lima pulau secara online merupakan pelanggaran hukum serius dan bentuk ancaman terhadap kedaulatan.

Pemerintah memastikan tidak akan mentolerir praktik ilegal seperti ini.

Semua pulau di Indonesia merupakan bagian dari kekayaan bangsa yang tidak bisa diperdagangkan sembarangan, baik secara offline maupun online.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.