Pelaku KDRT di Surabaya Ditahan, Pernah Dimaafkan Istri hingga Dihukum Ringan tetapi Kini Ulangi Perbuatan
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali menjadi perhatian publik, kali ini terjadi di Surabaya, Jawa Timur.
Seorang pria berinisial AR (35) kembali ditahan oleh pihak kepolisian setelah dilaporkan melakukan
kekerasan fisik terhadap istrinya, NR (32). Ironisnya, AR pernah tersandung kasus serupa
beberapa tahun lalu namun sempat mendapatkan pengampunan dari istrinya dan hanya dijatuhi hukuman ringan.
Kini, setelah mengulangi perbuatannya, kasus ini kembali memicu keprihatinan masyarakat dan menjadi
sorotan karena memperlihatkan bahaya siklus kekerasan rumah tangga yang tidak diputus secara tuntas.

Kejadian Terulang di Tengah Rumah Tangga yang Rapuh
Kejadian terakhir terjadi pada awal Juni 2025 di rumah pasangan tersebut yang berada di kawasan Rungkut, Surabaya.
Menurut keterangan tetangga dan laporan dari korban, AR melakukan kekerasan fisik setelah terjadi cekcok mulut karena masalah keuangan rumah tangga.
NR, yang mengalami luka lebam di wajah dan lengan, akhirnya melapor ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak
(PPA) Polrestabes Surabaya. “Saya sudah mencoba sabar dan memberi kesempatan, tapi dia tidak berubah.
Kali ini saya tidak bisa diam,” ujar NR dalam laporan kepada penyidik.
Riwayat Kekerasan dan Pengampunan Sebelumnya
Bukan kali pertama AR dilaporkan atas dugaan KDRT. Pada tahun 2022, ia pernah dilaporkan oleh
NR karena tindakan serupa, tetapi saat itu kasusnya tidak dilanjutkan secara hukum karena NR mencabut laporan dan memilih berdamai.
“Waktu itu saya pikir masih bisa diperbaiki, demi anak-anak,” kata NR. Dalam kasus sebelumnya, AR sempat
ditahan selama beberapa minggu namun akhirnya mendapatkan hukuman ringan berupa pembinaan dan wajib lapor.
Sayangnya, tindakan pengampunan itu malah tidak membuahkan hasil positif.
AR kembali melakukan kekerasan, bahkan disebut-sebut lebih agresif dibanding sebelumnya.
Polisi Langsung Tahan Pelaku
Pihak kepolisian tidak menunggu lama untuk menindaklanjuti laporan terbaru dari NR.
Setelah mengumpulkan bukti visum dan keterangan saksi, AR langsung ditahan dan dijerat dengan
Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Anton Widodo menyatakan bahwa kali ini pihaknya tidak akan membiarkan pelaku lolos dari proses hukum.
Kami mengutamakan keselamatan korban dan memastikan pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya.
Penahanan dilakukan untuk mencegah kekerasan berulang,” jelas Anton.
AR terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara jika terbukti bersalah di pengadilan.
Masyarakat dan Pemerhati Minta Penegakan Hukum Tegas
Kasus ini menuai reaksi luas dari publik dan pemerhati isu perempuan. Banyak yang menyesalkan bahwa
pengampunan dan hukuman ringan di masa lalu tidak membuat pelaku jera, dan justru memperpanjang penderitaan korban.
Aktivis dari Komnas Perempuan, Mira Listiana, menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran bahwa
rekonsiliasi tanpa perlindungan dan pendampingan psikologis justru bisa membahayakan korban.
“Kita sering menormalisasi pengampunan dalam KDRT tanpa melihat dinamika kekuasaan yang tidak seimbang di dalam rumah tangga.
Negara harus hadir dengan pendekatan yang lebih holistik,” ujar Mira.
Baca juga:Israel Klaim Tewaskan Orang Terdekat Khamenei, Panglima Baru Iran
Penutup: Perlindungan Nyata Bagi Korban KDRT
Kisah NR dan AR adalah potret nyata dari siklus KDRT yang tidak terselesaikan dengan pendekatan damai semata.
Meskipun pengampunan adalah hak korban, namun negara dan penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk tetap melindungi korban dari potensi kekerasan berulang.
Saat ini NR didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum Perempuan dan mendapat perlindungan sementara.
Proses hukum terhadap AR tengah berjalan, dan masyarakat menantikan keadilan ditegakkan secara menyeluruh.
VENUS4D SLOT Semoga kasus ini menjadi peringatan dan pendorong bagi sistem hukum untuk lebih tanggap dan tegas terhadap
pelaku kekerasan dalam rumah tangga, serta memberikan perlindungan maksimal bagi para korban.