Kisah Desa Dashiban Dichina

Kisah Desa Dashiban Dichina Dulu Biasa, Kini Jadi Magnet Wisata Tiongkok, kini menjelma menjadi salah satu destinasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan. Perubahan besar tersebut terjadi setelah pemerintah setempat menjalankan program revitalisasi pedesaan yang berhasil mengubah wajah desa tua ini tanpa meninggalkan kekayaan budayanya.

Dengan usia yang telah mencapai enam abad, Desa Dashiban dahulu merupakan jalur penting dalam perdagangan di Jalur Sutra Selatan serta bagian dari Jalur Kuda Teh—rute logistik utama pada masa lampau yang menghubungkan berbagai wilayah penghasil teh dengan konsumen di dataran tinggi.

Namun, seiring berkembangnya sistem transportasi modern dan pergeseran pola perdagangan, desa ini sempat mengalami kemunduran. Aktivitas ekonomi masyarakat melambat, infrastruktur terbengkalai, dan banyak penduduk lokal memilih merantau demi mencari penghidupan yang lebih baik di kota-kota besar.

Kisah Desa Dashiban Dichina Jadi Magnet Wisata

Kisah Desa Dashiban di China: Dulu Biasa Saja, Kini Jadi Magnet Wisata

Kondisi tersebut mulai berubah pada Januari 2021, ketika Pemerintah Kota Xichang menetapkan Dashiban sebagai lokasi percontohan untuk program revitalisasi kawasan pedesaan. Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi nasional Tiongkok untuk membangkitkan kembali potensi ekonomi, budaya, dan sosial di wilayah-wilayah terpencil.

Salah satu contoh keberhasilan program ini terlihat dari kisah Chen Xiaoyu, seorang warga asli Dashiban yang sempat merantau ke Guangzhou. Pada tahun 2018, Chen memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di tepi Danau Qionghai.

Ia menyewa sebuah rumah tradisional yang telah lama tidak dihuni, lalu merenovasinya menjadi homestay butik. Pilihan tersebut terbukti tepat. Dalam waktu singkat, pendapatan Chen dari usaha barunya ini dapat menyamai penghasilannya ketika berdagang di kota besar.

Menurut pengakuan Chen, intervensi pemerintah sangat membantu dalam memajukan usahanya. Pemerintah melakukan restorasi bangunan-bangunan bersejarah di desa tanpa mengubah karakter arsitekturnya, serta membangun infrastruktur pendukung seperti jalan wisata, taman, dan fasilitas umum.

“Revitalisasi desa ini benar-benar berdampak langsung pada usaha saya. Kini, homestay yang saya kelola juga menawarkan layanan tambahan seperti kuliner lokal, produk budaya, serta penjualan tiket wisata,” ujarnya.

Fenomena Pulang Kampung dan Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Dampak positif dari program ini tidak hanya dirasakan oleh Chen Xiaoyu. Banyak warga perantauan mulai kembali ke Dashiban untuk memulai bisnis di sektor pariwisata dan layanan pendukungnya. Salah satu contohnya adalah Xiao Wenfang, yang sebelumnya bekerja di Kota Chengdu. Bersama ayahnya, Xiao membuka sebuah restoran di desanya. Usaha kuliner mereka berfokus pada olahan ikan khas yang diambil langsung dari Danau Qionghai.

“Awalnya kami hanya menjual ikan hidup. Kini, kami menyajikan aneka hidangan ikan khas daerah dan hasilnya luar biasa. Pendapatan kami tahun lalu mencapai 2 juta yuan atau sekitar Rp 4,4 miliar,” tutur Xiao.

Perubahan tersebut turut mendorong tumbuhnya lapangan kerja dan wirausaha baru di desa. Menurut Yin Jun, Sekretaris Partai Komunitas Dashiban, sektor pariwisata telah menjadi tulang punggung ekonomi baru di kawasan tersebut. Kini, Dashiban mengusung konsep wisata budaya dan kesehatan yang terintegrasi.

Dulu Mencekam, Zona Bekas Perang Vietnam Kini Jadi Destinasi Favorit

“Pengunjung bisa berfoto mengenakan pakaian tradisional etnis Han, Yi, Tibet, Miao, hingga Lisu. Keindahan alam dan arsitektur tradisional desa menjadikan setiap sudutnya latar sempurna untuk berwisata sekaligus mengenal budaya,” ungkap Yin Jun.

Infrastruktur Wisata yang Tumbuh Pesat

Dalam kurun waktu beberapa tahun, Dashiban telah berkembang menjadi destinasi wisata yang lengkap dan berkelanjutan. Berdasarkan data terbaru, desa ini kini memiliki 232 unit homestay, 85 restoran, dan 65 studio foto bertema budaya. Fasilitas-fasilitas ini dikelola oleh penduduk lokal, yang kini memiliki akses terhadap pelatihan dan pendampingan usaha dari pemerintah daerah maupun organisasi masyarakat sipil.

Pada tahun 2024, jumlah kunjungan wisatawan ke Dashiban mencapai 1,9 juta orang, menghasilkan pendapatan dari sektor pariwisata sebesar 900 juta yuan, atau setara dengan sekitar Rp 1,98 triliun. Hal ini menjadikan Dashiban sebagai salah satu desa wisata dengan pertumbuhan tercepat di wilayah barat daya Tiongkok.

Lebih dari 1.000 penduduk desa kini telah mendapatkan pekerjaan tetap, baik sebagai pengelola usaha mandiri maupun karyawan di berbagai bidang jasa pariwisata. Pendapatan per kapita di desa ini juga meningkat lebih dari 10.000 yuan atau sekitar Rp 22 juta dalam empat tahun terakhir.

Inisiatif Agrowisata untuk Keberlanjutan Jangka Panjang

Tidak berhenti di sana, pemerintah daerah bersama masyarakat Dashiban berencana untuk terus mengembangkan desa melalui proyek-proyek baru. Salah satunya adalah pembangunan kawasan agrowisata seluas 13,3 hektare, yang diberi nama “Surga Benih”. Area ini dirancang sebagai kombinasi antara lahan pertanian, taman edukasi, dan destinasi wisata interaktif.

Dengan pendekatan ini, Dashiban tidak hanya mengandalkan wisata budaya dan sejarah, tetapi juga menggabungkannya dengan nilai-nilai pertanian berkelanjutan, edukasi lingkungan, serta pengalaman interaktif yang dapat dinikmati wisatawan dari berbagai kalangan.

Kesimpulan

Transformasi Desa Dashiban dari kawasan yang sempat mengalami kemunduran menjadi destinasi wisata unggulan menunjukkan bahwa revitalisasi pedesaan berbasis budaya dan partisipasi masyarakat dapat memberikan dampak besar terhadap peningkatan kesejahteraan lokal.

Dukungan kebijakan pemerintah yang konsisten, kemitraan antara sektor publik dan swasta, serta semangat kembali ke desa dari para perantau, menjadi kombinasi kunci yang mendorong keberhasilan Dashiban.

Dashiban kini bukan sekadar desa kuno dengan nilai historis tinggi, melainkan simbol baru dari kebangkitan pedesaan modern yang berbasis warisan budaya dan potensi lokal. Cerita sukses ini diharapkan dapat menginspirasi daerah lain, baik di dalam maupun luar Tiongkok, dalam membangun masa depan desa yang mandiri, lestari, dan berdaya saing global.

Baca Juga : Desa Wisata Widosari Indonesia Destinasi Komplit Di Kulon Progo

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.